Jumat, 29 Mei 2009

Evaluasi pendidikan

Judul Buku : Evaluasi Pendidikan

Pengarang : Drs. H. Daryanto

Penerbit : PT. Rineka Cipta

Tahun Terbit : 1999

Tmepat Terbit : Jakarta

Jumlah Halaman : 227 halaman

à Bab I

Pengertian, Tujuan, dan Fungsi Evaluasi Pendidikan

Dalam bab ini dijelaskan pengertian evaluasi dari pendapat berbagai ahli. Dapat disimpulkan bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan menilai yang terjadi dalam kegiatan pendidikan. Tujuan utama melakukan evaluasi dalam proses belajar mengajar yaitu untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya. Fungsi evaluasi yaitu untuk perbaikan system, pertanggung jawaban kepada pemerintah dan masyarakat, penentuan tindak lanjut hasil pengembangan.

à Bab II

Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi

Prinsip evaluasi diantaranya yaitu adanya keterpaduan, keterlibatan siswa, koherensi, pedagogis, dan akuntabilitas. Teknik evaluasi digolongkan menjadi 2 macam yaitu teknik tes (tes diagnostic, tes formatif, tes formatif dan tes sumatif dalam praktek, perbandingan antara tes diagnostic) dan teknik non tes (skala bertingkat, kuesioner, daftar cocok, wawancara, pengamatan, dan riwayat hidup).


à Bab III

Klasifikasi Tujuan Instruksional

Jenis-jenis tujuan instruksional tergantung pada cita-cita setiap negara itu sendiri terhadap pendidikan. Tujuan instruksional yaitu tujuan yang menggambarkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki oleh siswa sebagai akibat dari hasil pengajaran. Ada dua macam tujuan instruksional yaitu TIU (Tujuan Instruksional Umum) dan TIK (Tujuan Instruksional Khusus).

à Bab IV

Berbagai Teknik Evaluasi

a). Measurement model, tokoh evaluasi dalam pengembangan model ini yaitu R. Thorndike dan R. L. Ebel. Objek yang dievaluasi yaitu tingkah laku siswa yang mencakup aspek kognitif. Alat evaluasi yang digunakan adalah tes tulis dalam bentuk tes objektif

b). Congruence model, tokoh-tokohnya yaitu Raph. W. Tyler, John B. Carroll, dan Lee J. Cronbach. Objek yang dievaluasi adalah perubahan tingkah laku yang diinginkan yang diperlihatkan oleh siswa pada akhir kegiatan pendidikan. Tingkah laku hasil belajar ini tidak hanya terbatas pada segi kognitif saja melainkan mencakup dimensi-dimensi lain dari tingkah laku yang tergambar dalam tujuan pendidikan.

c). Educational system evaluation model, tokoh-tokohnya adalah Daniel L. Stufflebean, Michael Scriven, Robert E. Stake, dan Malcolm M. Provus. Objek evaluasinya mencakup dimensi peralatan atau sarana proses dan hasil atau produk yang diperlihatkan oleh sistem yang bersangkutan.

d). Illuminative model, tokohnya yaitu Malcolm Parlett. Objek evaluasi yang diajukan mencakup latar belakang dan perkembangan yang dialami oleh system bersangkutan, proses pelaksanaan system itu sendiri, hasil belajar yang diperlihatkan oleh para siswa, kesukaran-kesukaran yang dialami dari perencanaan sampai dengan pelaksanaannya di lapangan. Ada tiga fase kegiatan evaluasi yang diajukan secara berturut yaitu observe, inquiry further, dan seek to explain.

à Bab V

Pengukuran Ranah Kognitif, Apektif, dan Psikomotor dalam Pendidikan Agama Islam

a) Pengukuran ranah kognitif, aspek kognitf dibedakan atas enam jenjang menurut taksonomi bloom (1956) yang diurutkan secara hierarki paramedial diantanya pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, penilaian. Contoh: pengetahuan tentang konsep dan prinsip dalam ajaran islam

b) Penguruan ranah apektif, meliputi lima jenjang hierarki kemampuan yaitu terdiri dari menerima, menjawab, menilai, oraganisasi, karakteristik. Contoh: inti beragama adalah masalah sikap, didalam beragama itu intinya adalah iman.

c) Pengukuran ranah psikomotor, meliputi enam jenjang hierarki. Namun dapat dikumpulkan dalam tiga kelompok utama yaitu keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, dan koordinasi neuromuscular. Contoh: menciptakan kondisi dalam bentuk rasa cinta, kagum, hormat pada tuhan, para nabi, dan ajaran-ajaran agama.

à Bab V

Prosedur Pelaksaan Evaluasi

Langkah-langkah pokok dalam pelaksanaan evaluasi, yaitu langkah perencanaan, langkah pengumpulan data, langkah penelitian data, langkah pengelolaan data, langkah penafsiran data, langkah mengikutkan daya serap peserta didik (memperjelas tujuan instruksional, penilaian awal yang menentukan kebutuhan peserta didik, dan monitor kemajuan peserta didik), dan laporan hasil penelitian (laporan kemajuan umum dan khusus).

à Bab VI

Analisis Butir-butir Instrumen Evaluasi

a) Menilai tes yang dibuat sendiri, ada empat cara untuk menilai tes, yaitu (1) meneliti secara jujur soal-soal yang sudah disusun, kadang-kadang dapat diperoleh jawaban tentang ketidakjelasan perintah atau bahasa, taraf kesukaran dan lain-lain keadaan soal tersebut, (2) mengadakan analisis soal, (3) mengadakan checking validitas, (4) mengadakan checking realibitas.

b) Analisis butir-butir soal, bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik, kurang baik, dan soal yang jelek. Dengan analisis soal dapat diperoleh informasi tentang kejelekan sebuah soal dan petunjuk untuk mengadakan perbaikan. Terdapat tiga masalah yang berhubungan dengan analisis soal, yaitu taraf kesukaran, daya pembeda, dan pola jawaban soal.


à Bab VIII

Interpretasi Nilai Evaluasi

a) Merencanakan evaluasi, pertama kali yang harus diperhatikan ialah cara dan alat evaluasi ditentuka oleh isi TIK dan luasnya tujuan (bahan) yang akan dievaluasi ada bermacam-macam. Konsep utama dalam hal evaluasi adalah bersifat kontinu dan kompherensif.

b) Menenetukan entering behavior, entering behavior adalah gambaran tentang kesiapan siswa dalam hal pengetahuan dan keterampilan dihubungkan dengan tujuan pengajaran karena entering behavior mampu menjelaskan kapan pengajaran harus dimulai. Ada empat hal dalam menentukan entering behavior, yaitu masalah kesiapan, hal kematangan, perbedaan individu, perbedaan individu siswa.

c) Beberapa skala penelitian, yaitu skala bebas, skala 1-10, skala 1-100, skala huruf.

d) Distribusi nilai, terdapat dua macam standar yaitu standar mutlak dan standar relative

e) Standar nilai, terdiri dari standar eleven (stanel), standar sepuluh, dan standar lima.

BELAJAR HIDUP APA ADANYA ALA ANAK TUNAGRAHITA


Oleh : Administrator



Oleh : Mohamad sopyandireja,S.Pd

Ketika pertama kali terjun mengajar di SLB saya sangat termangu dengan tingkah laku
Anak berkebutuhan khusus (ABK)yang diakibatkan oleh ketunagrahitaan yang khas dan tersendiri. Berdialog dengan anak tunagrahita, yang terucap dari
pembicaraan-pembicaraan anak tersebut adalah kata-kata polos apa adanya. Tanpa ada
hal yang ditutup tutupi. Mereka membicarakan tentang keluarga apa adanya,
membicarakan perilaku sehari-hari penuh dengan keterbukaan. Mengungkapkan sesuatu
dengan tanpa berbohong. Saya merenung mengapa Anak Tunagrahita bisa bertingkah laku demikian.
Bandingkan dengan tingkah laku kita. Mengapa kita akan hidup penuh dengan
intrik-intrik yang sulit untuk melihat kedalaman isi hati masing-masing. Seolah-olah
kita itu hidup dengan memakai topeng. Yang dimunculkan keluar adalah topengnya, bisa
topeng yang berparas baik, bisa topeng jelek, jahat, seolah-olah benar, jagoan,
terpuji, penghargaan, seolah-olah tulus, seolah-olah ahli, seolah-olah penolong,
wibawa dan seterusnya. Kita akan berusaha untuk memunculkan hal yang kita inginkan
dengan latar sebenarnya itu hanyalah topeng belaka. Orang normal akan selalu
berpikir bagaimana tingkah lakunya itu harus dimunculkan. Apakan tidak akan
menyinggung orang lain walaupun sebenarnya orang tersebut salah. Kita akan menutup
kesalahan orang lain karena kita ingin punya penghargaan dari orang yang ditutup
tersebut. Kita akan berusaha berbohong supaya kita dipercaya, walaupun sebenarnya
apa yang dilakukan kita itu salah. Itulah manusia normal yang selalu berlindung di
dalam topengnya.
Kembali kita lihat perilaku yang dimunculkan oleh Anak Tunagrahita. Mereka akan bicara terbatas
dan dia tidak bisa mengarang untuk kebohongannya. Ketika dia ingin makanan maka dia
akan bilang ingin makanan itu atau bahkan langsung saja merampas makanan yang ada di
temannya. Kalau pikir dia tidak bisa mengerjakan soal misalnya maka dia bilang tidak
bisa dan tidak mau menyontek karena dia benar-benar tidak mengerti yang dihadapinya.
Kalau ditanya latar keluarganya, maka akan keluar apa adanya tentang semua yang dia
ketahui tanpa ditutup-tutupi. Kalau dia tidak suka kepada sesorang maka dia akan
bilang tidak suka terhadap orang tersebut tanpa berpikir bahwa orang tersebut akan
tersakiti, yang terpenting dia pikir bahwa orang tersebut tidak sehati dengannya.
Pokoknya Anak Tunagrahita akan berpikir praktis apa adanya dan tidak ditutup-tutupi. Buat dia
berkata itu ya itu tujuannya, tanpa ada hal yang lain dalam kata-kata tersebut.
Kalau kita menelaah perilaku-perilaku tersebut tentunya kita akan dapat belajar
banyak dari Anak Tunagrahita. Bahwa kita bisa untuk jujur jangan banya bohong karena bohong
tersebut banyak merugikan orang lain. Kalau kita bisa jujur maka hidup yang dihadapi
ini tidak akan salah kaprah. Realita sekarang adalah hidup kita ini penuh dengan
rekayasa, penuh dengan sandiwara, dan salah kaprah. Artinya “ yang benar akan
menjadi salah dan yang salah akan menjadi benar”. Banyak contoh yang kehidupan yang
salah kaprah ini. Ketika kita ingin membuat SIM misalnya sebenarnya yang benar
adalah kita tidak usah untuk bayar tip, kita hanya perlu untuk lulus uji SIM-nya
saja kemudian bayar administrasi sesuai dengan aturan maka jadilah SIM. Tetapi
kenyataaannya lain ketika kita ingin jujur apa adanya membuat SIM tersebut dengan
procedural maka hambatan akan dihadapi tetapi kalau kita membuatnya dengan diluar
jalur (salah) tetapi dengan menyuap, walaupun kita tidak bisa menyetir mobil pasti
kita dapat SIM-nya. Apakah itu bukan namanya hidup salah kaprah, yang benar dianggap
salah karena banyak yang salahnya dan yang salah menjadi banar. Susah memang
memikirkan jalannya kehidupan orang-orang normal !?. Coba pelajari perilaku Anak Tunagrahita yang
cukup dengan hidup apa adanya.
Apakah kita harus hidup seperti Anak Tunagrahita, untuk mengembalikan kehidupan menjadi benar
kaprah. Terpenting adalah hidupkanlah hidup apa adanya, dan peganglah kehidupan yang
benar jangan yang salah menjadi benar. Susah memang tapi itulah kehidupan manusia
yang hidup dalam panggung sandiwara.

(Penulis adalah guru SLB Negeri Subang )
Dengan tidak mengurangi esensi tulisan, naskah ini telah diedit oleh Tim SIM PLB.